Jakarta — Dunia pendidikan Indonesia kembali berduka. Ledakan yang terjadi di kawasan SMA Negeri 72 Jakarta pada Jumat (7/11/2025) mengguncang masyarakat dan memunculkan pertanyaan besar tentang keamanan serta kesehatan mental di lingkungan sekolah. Insiden ini bukan sekadar tragedi fisik, tetapi juga sinyal kuat akan pentingnya menciptakan ruang belajar yang aman, nyaman, dan bebas dari kekerasan.

Peristiwa ledakan terjadi sekitar pukul 11.45 WIB, tepat saat pelaksanaan salat Jumat di masjid sekolah yang berlokasi di Kelapa Gading, Jakarta Utara. Suara ledakan terdengar dua kali dan mengagetkan para siswa, guru, serta warga sekitar.

Akibat kejadian tersebut, lebih dari 50 siswa dan guru mengalami luka-luka, sebagian di antaranya mengalami luka bakar dan gangguan pendengaran akibat daya ledak yang cukup kuat. Tim medis dari berbagai rumah sakit di sekitar lokasi langsung dikerahkan untuk menangani korban.

Tim Gegana dan Jibom dari Polda Metro Jaya segera melakukan penyisiran di area sekolah untuk memastikan tidak ada bahan berbahaya lain yang tertinggal. Hingga kini, penyelidikan masih berlangsung untuk mengetahui motif dan pelaku di balik peristiwa tragis ini.

Menurut keterangan polisi, pelaku yang diduga menjadi dalang ledakan merupakan siswa di sekolah tersebut. Diduga kuat, pelaku pernah mengalami perundungan (bullying) oleh teman-temannya. Motif inilah yang kini sedang menjadi fokus penyelidikan aparat.

“Kami masih mendalami motif di balik ledakan ini, termasuk dugaan kuat bahwa pelaku merupakan korban bullying di lingkungan sekolah,”
— ujar Kombes Budi Hermanto, Kabid Humas Polda Metro Jaya, dikutip dari DetikNews, Jumat (7/11/2025).

Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) menyampaikan keprihatinan mendalam. Juru bicara Kemendikbudristek menyatakan bahwa tragedi ini menjadi peringatan keras untuk memperkuat sistem keamanan, pengawasan psikologis siswa, serta mendorong budaya sekolah yang lebih empatik dan inklusif.

Selain itu, sejumlah lembaga pendidikan dan psikologi juga menyerukan pentingnya penerapan “Sekolah Ramah Anak” yang tidak hanya fokus pada akademik, tetapi juga pada aspek sosial-emosional siswa.

“Bullying tidak bisa dianggap sepele. Sekali dibiarkan, dampaknya bisa menimbulkan luka batin mendalam yang berujung pada tindakan ekstrem,”
— tutur Dr. Yuliana Wibowo, Psikolog Pendidikan dari Universitas Negeri Jakarta.

Tragedi ini menimbulkan gelombang empati dan keprihatinan luas dari masyarakat. Banyak pihak menilai bahwa peristiwa tersebut menjadi momentum untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap sistem keamanan di sekolah dan mekanisme pencegahan kekerasan antar siswa.

Peristiwa ledakan di SMA Negeri 72 Jakarta menjadi refleksi mendalam bagi dunia pendidikan Indonesia. Di balik duka dan luka yang ditinggalkan, tragedi ini diharapkan menjadi momentum perubahan menuju sekolah yang lebih aman, lebih manusiawi, dan lebih peduli terhadap kesejahteraan mental setiap siswanya.

Semoga korban segera pulih dan tidak ada lagi kejadian serupa di masa mendatang. Dunia pendidikan harus berdiri tegak — bukan hanya untuk mencerdaskan, tetapi juga untuk melindungi.

Sumber : DetikNews

Post a comment

Your email address will not be published.

Related Posts