Gubernur Banten Andra Soni memediasi pertemuan antara Kepala SMAN 1 Cimarga, Dini Fitri, dan siswa Indra, yang sebelumnya terlibat insiden karena ketahuan merokok di lingkungan sekolah. (Foto: detikcom)

 

Insiden kekerasan di lingkungan sekolah kembali mengundang kontroversi. Di SMAN 1 Cimarga, Kabupaten Lebak, Banten, kepala sekolah Dini Fitri dikabarkan menampar seorang siswa yang ketahuan merokok di area sekolah. Aksi ini memicu aksi mogok belajar massal oleh ratusan siswa, mediasi pemerintah daerah, dan debat publik soal batas kewenangan pendidik dalam menegakkan disiplin.

Menurut laporan Detik, insiden terjadi ketika kepala sekolah mendapati seorang siswa merokok di belakang sekolah dalam kegiatan Jumat Bersih. Kepala sekolah kemudian menegur siswa tersebut, dan dalam teguran itu terjadi kontak fisik berupa penamparan.
Kepala sekolah Dini mengaku tindakan itu muncul karena merasa siswa tersebut berbohong ketika menyangkal merokok, meskipun puntung rokok ditemukan di tempat kejadian.

Sebanyak 630 siswa dari 19 ruang kelas memutuskan mogok sekolah sebagai bentuk protes atas tindakan kepala sekolah.
Meski demikian, sekolah dan guru lain tetap melanjutkan pembelajaran daring atau materi mandiri agar proses belajar tidak sepenuhnya terhenti.

Pemerintah Provinsi Banten dan dinas pendidikan memfasilitasi mediasi antara kepala sekolah dan pihak siswa/orang tua.
Akhirnya, pihak orang tua siswa mencabut laporan polisi setelah kedua belah pihak menyampaikan permohonan maaf dan sepakat berdamai secara kekeluargaan.
CNN Indonesia melaporkan bahwa kepala sekolah kemudian tidak jadi dinonaktifkan secara definitif, melainkan dikembalikan ke jabatannya setelah perdamaian.

Pelajaran yang Bisa Diambil

  1. Disiplin bukan sama dengan kekerasan
    Batas tindakan fisik dalam disiplin harus sangat dijaga. Apabila dibiarkan, tindakan yang bermaksud mendisiplin bisa berubah menjadi pelanggaran terhadap hak siswa dan norma pendidikan.
  2. Pendidikan kepemimpinan dan manajemen konflik bagi pendidik
    Kepala sekolah & guru harus dilatih bagaimana menangani pelanggaran siswa (seperti merokok) dengan komunikasi efektif, mediation, dan konsekuensi yang adil—bukan lewat kekerasan.
  3. Kolaborasi dengan orang tua dan pihak eksternal
    Dalam menghadapi pelanggaran perilaku siswa, pendekatan terbaik melibatkan orang tua dan komite sekolah agar siswa merasa dididik, bukan dihukum sendirian oleh pihak sekolah.
  4. Proses hukum & akuntabilitas
    Mediasi dan perdamaian boleh menjadi solusi restoratif, tapi langkah hukum & administratif juga penting agar kasus sejenis tidak terulang. Sekolah perlu transparansi dan respons sistematis terhadap laporan.
  5. Menegakkan aturan secara adil & konsisten
    Sekolah harus punya kebijakan tertulis terkait pelanggaran seperti merokok: langkah penanganan, sanksi, pembinaan, dan dokumentasi. Semua pihak—guru, siswa, orang tua—harus memahami dan menaati aturan itu.

Sumber : detiknew

Post a comment

Your email address will not be published.

Related Posts