Mendikdasmen, Abdul Mu’ti. ( Foto: detik.com)

Jakarta — Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen), Abdul Mu’ti, menyoroti meningkatnya kasus kekerasan dan perundungan di sekolah, termasuk beberapa insiden tragis yang merenggut nyawa siswa. Menanggapi hal tersebut, ia menyampaikan bahwa Kemdikdasmen tengah menyiapkan serangkaian kebijakan baru untuk memperkuat perlindungan terhadap peserta didik.

Salah satu langkah yang akan ditempuh adalah dengan membentuk Duta Antikekerasan dari kalangan pelajar. Program ini melibatkan siswa secara aktif dalam upaya pencegahan kekerasan di sekolah.

“Rencananya kami akan membentuk namanya Duta Antikekerasan yang direkrut dari kalangan para murid itu sendiri, sehingga ada pelibatan para murid,” ujar Abdul Mu’ti kepada wartawan di SLBN 1 Jakarta, Cilandak, Jakarta Selatan, Jumat (31/10/2025).

Para Duta Antikekerasan nantinya akan dipilih dari anggota Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS) maupun Pramuka, dan berperan sebagai peer educator atau rekan sebaya yang membantu membangun budaya positif dan mencegah tindak kekerasan di sekolah.

“Mudah-mudahan dengan pendekatan ini berbagai kekerasan dapat kita kurangi. Sekolah menjadi tempat yang aman, nyaman, dan menyenangkan bagi anak-anak untuk belajar dengan semangat mencapai cita-cita,” tambahnya.

Selain itu, Abdul Mu’ti juga menekankan pentingnya peran guru sebagai pembimbing dalam kebijakan baru Kemdikdasmen yang dikenal dengan pendekatan 5M. Lima tugas utama guru mencakup merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, membimbing siswa, serta melaksanakan tugas tambahan.

“Guru kini tidak hanya mengajar, tetapi juga membimbing. Pendampingan guru terhadap siswa bukan hanya terkait akademik, tapi juga psikologis, spiritual, dan sosial,” jelas Mu’ti.

Kemdikdasmen juga tengah menyiapkan Peraturan Menteri untuk mengatur pelaksanaan kebijakan ini, termasuk penyesuaian jam pendampingan guru yang akan diekuivalensikan dengan jam mengajar. Mu’ti menegaskan, kebijakan ini tidak akan menambah beban kerja guru, melainkan memperkuat fungsi mereka sebagai pendidik dan pembina karakter.

Pendampingan guru terhadap murid juga dapat dilakukan secara nonformal. Guru wali diperbolehkan memberikan bimbingan di luar jam pelajaran atau di luar sekolah dengan pendekatan personal.

“Guru bisa memberikan pendampingan tidak hanya lewat pelayanan formal di sekolah. Bisa juga lewat cara-cara yang lebih personal, misalnya jika rumahnya berdekatan dengan siswa,” ujarnya.

Langkah ini diharapkan dapat menekan kasus kekerasan yang sering kali terjadi di luar jam pelajaran. Berdasarkan data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dan Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), kasus kekerasan terhadap anak meningkat lebih dari 100 persen dari tahun 2023 ke 2024. Sekitar 31 persen di antaranya merupakan kasus perundungan yang terjadi di sekolah dan kampus.

 

Post a comment

Your email address will not be published.

Related Posts