9:00 - 16:00 WIB
Senin - Sabtu
Di tengah segala keterbatasan, seorang guru dari pelosok Banten, Armani (48), terus menjaga nyala pendidikan di sekolah dasar yang terletak jauh dari pusat desa. Selama 17 tahun, ia mengajar seorang diri—tanpa rekan guru, tanpa fasilitas lengkap, dan sering kali tanpa dukungan memadai. Namun, keteguhannya menjadi kisah inspiratif tentang arti pengabdian seorang pendidik.
Sejak pertama kali ditugaskan pada tahun 2008, ia tak pernah membayangkan akan mengajar sendirian selama hampir dua dekade. Namun seiring berjalannya waktu, penempatan guru baru tidak kunjung datang. Armani akhirnya mengajar semua mata pelajaran, dari kelas 1 hingga kelas 6.
“Kalau tidak ada saya, sekolah ini tutup. Anak-anak nanti harus jalan jauh ke kampung sebelah. Saya tidak tega,” ujar Armani ketika ditemui di sekolahnya.
Akses menuju sekolah sangat sulit. Jalan berbatu, sinyal internet hampir tidak ada, dan listrik pun hanya mengalir di malam hari berkat bantuan genset milik warga. Setiap hari, Armani harus berjalan kaki sekitar dua kilometer dari rumahnya melalui jalan setapak.
Meski begitu, ia tetap datang lebih awal untuk memastikan kelas siap digunakan.
“Kadang saya harus membersihkan ruang kelas sendirian, memperbaiki meja, atau menyapu halaman. Semua saya lakukan karena sekolah ini rumah kedua bagi anak-anak,” ungkapnya.
Jumlah murid di sekolah itu tidak pernah lebih dari 40 orang. Dalam beberapa tahun terakhir, bahkan hanya terpenuhi 20–25 murid. Namun bagi Armani, kerja kerasnya tidak pernah terasa sia-sia.
Ia percaya bahwa setiap anak, sekecil apa pun lingkungannya, berhak mendapatkan pendidikan yang layak.
“Mereka mungkin tinggal jauh dari kota, tapi mimpi mereka sama besarnya dengan anak-anak lain. Saya ingin mereka punya masa depan lebih baik,” katanya.
Pengabdian Armani menegaskan kembali bahwa keberadaan guru di daerah tertinggal adalah pilar penting bagi masa depan bangsa. Tanpa mereka, kesenjangan pendidikan akan semakin lebar. Kisah Armani menjadi pengingat bahwa pendidikan bermakna bukan hanya di kota besar, tetapi juga di ruang-ruang sederhana yang dikelilingi hutan dan perbukitan.
Perjuangan Armani selama 17 tahun mengajar sendirian menunjukkan bahwa semangat seorang guru mampu menerangi masa depan banyak anak, meski berada dalam kondisi serba terbatas. Kisahnya menjadi teladan bagi dunia pendidikan Indonesia untuk semakin memperhatikan pemerataan akses belajar, sekaligus mengapresiasi para guru yang bekerja dalam senyap di pelosok negeri.
Sumber: Kompas.com
PT. Indonesia Emas Group (IEG) adalah perusahaan holding yang bergerak dalam bidang pendidikan dan industri kreatif, IEG memiliki beragam bisnis yang saling mendukung meliputi penerbitan dan percetakan, pengadaan alat tulis kantor (ATK), distribusi buku fisik dan digital, serta pengadaan alat peraga pendidikan. Perusahaan ini juga bergerak dalam layanan konsultan pendidikan, serta menyediakan kursus dan pelatihan untuk mendukung pengembangan kompetensi dan keterampilan sumber daya manusia (SDM) di berbagai instansi.
Selengkapnya